Sejak Abad ke 20, jalan tunjungan merupakan pusat pertokaan
dan restoran yang memenuhi gaya hidup kalangan borjuis dari bangsa Belanda saat
itu. dengan mengambil konsep pertokoan dengan menawarkan kebutuhan fashion yang
lagi nge-trend saat itu, gedung ini didirikan tahun 1877 oleh seorang pemodal
asing asal Inggris, Robert Laidlaw (1856-1935).Sejak berdiri bangunan ini menjadi pertokoan pertama dan
terbesar di Hindia Belanda. Jauh sebelum toko NAM lahir tahun 1900-an. Pengusaha
Inggris itu membeli sebidang tanah di pojok jalan Jl Tunjungan dan Gentengkali.
Kala itu Tunjungan masih berada di bagian selatan kota. Namun paska
pembongkaran tembok benteng kota 1880, Tunjungan berkembang pesat, menjadi
sentra perdagangan baru di selatan.
Laidlaw tidak salah, dia mendirikan sebuah pusat perkulakan terkenal di dua saat itu bernama nama Whiteaway Laidlaw & Co.
Laidlaw tidak salah, dia mendirikan sebuah pusat perkulakan terkenal di dua saat itu bernama nama Whiteaway Laidlaw & Co.
Whiteaway Laidlaw & Co adalah merk dagang tempat grosir
terbesar di dunia saat itu. Di Surabaya, inilah pusat grosir dan eceren paling
lengkap. Meskipun dikenal sebagai pedagang tekstil, Laidlaw ternyata tidak
hanya menjual kain dan baju. Namun apapun jenis barang-barang impor dari Inggris
bisa ditemui di tempat ini. Plang yang ditulis memanjang di begian depan
bangunan dengan huruf kapital terbaca Het Engelsche Warenhuis, yang artinya
Toko serba ada Inggris.
Laidlaw dikenal sebagai pemodal besar sektor ritel terlengkap. saat itu Laidlaw juga dikenal di sektor perbankan dengan bank bernama Whiteaway Laidlaw Bank. Whiteaway Laidlaw di setiap tempat selalu berdiri di lokasi paling strategis. menempati bagian sudut dan di ujung jalan terkenal. Karakter bangunan yang dirikan sama dengan ciri satu kubah di ujung.
Laidlaw dikenal sebagai pemodal besar sektor ritel terlengkap. saat itu Laidlaw juga dikenal di sektor perbankan dengan bank bernama Whiteaway Laidlaw Bank. Whiteaway Laidlaw di setiap tempat selalu berdiri di lokasi paling strategis. menempati bagian sudut dan di ujung jalan terkenal. Karakter bangunan yang dirikan sama dengan ciri satu kubah di ujung.
Gaung ketenaran toko ini tetap terjaga walaupun pada
pergantian penjajahan di tahun 1943 dari bangsa belanda ke bangsa jepang. Pada
masa penjajahan jepang pertokoan di ambil alih oleh pengusaha jepang dan
diberinama Chiyoda (yang saat ini terkenal dengan nama merk lampu). Isinya yang
dijual sama dengan pendahulunya. Namun yang paling banyak tidak lagi tekstil
tetapi tas koper dan sepatu. Bahkan begitu tersohornya Chiyoda sebagai pusat
tas koper dan sepatu, sampai semua toko di sekitarnya pun berdagang barang yang
sama.
Namun Toko Chiyoda hanya singkat. saat masa revolusi toko
ini tutup. Di atas toko ini menjadi pusat konsentrasi pejuang republik
menjatuhkan diri dengan bom setiap tank Inggris yang masuk Tunjungan. Saat
pertempuran 10 November 1945, Gedung ini dijadikan tempat para pejuang untuk
menyusun strategi melawan pasukan Inggris. Saat itu gedung ini dikenal sebagai
tempat jibaku. Sampai kemudian gedung ini dibom Innggris. sampai yang tersisa
hanyalah tembok luar. Sementara atap hingga lantainya hancur. Baru pada tahun
1960-an, gedung ini digarap oleh para pebisnis yang kemudian mendirikan gedung
ritel bernama SIOLA yang merupakan kependekan dari nama depan para pendiri
tersebut, mereka adalah Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Ang. Konsep yang
ditawarkan konsep penjualan yang sama dengan konsep penjualan Mall. Jadi SIOLA
bukan terdiri dari toko-toko tapi satu Mall yang menjual lengkap kebutuhan
masyarakt surabaya. Saat itu surabaya hanya mengenal konsep jual beli pasar
tradisonal. Hadirnya konsep jual beli yang ditawarkan oleh SIOLA membuat
kejayaan sejarah gedung ini kembali terulang. Namun pada 1998, pusat ritel ini
ditutup karena kalah saing dengan pusat perbelanjaan lainnya. Kemudian, gedung
ini diisi oleh Ramayana Department kemudian menjadi Tunjungan City.
Saat ini gedung SIOLA telah diambil alih oleh Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya kini dan menjadikan lantai dasar sebagai Museum yang
telah dibuka pada tanggal 3 Mei 2015 yang juga berisi arsip tempoe doeloe yang
dimiliki pemkot. Tak hanya arsip, namun banyak properti yang menjadi saksi
sejarah perjalanan Kota Surabaya yang telah dikumpulkan dan dipajang di dalam
museum, Seperti buku arsip daftar orang-orang yang dimakamkan di pemakaman
Belanda di Peneleh dan Ngagel. Kemudian ada lembaran pecahan uang kertas rupiah
yang diketemukan di dalam brankas kuno raksasa, helm pasukan pemadam kebakaran
dari logam hingga katel uap yang dibuat pada abad 18, dan masih banyak lagi
yang lainnya.
Demikian sejarah singkat mengenai sejarah gedung SIOLA dari
awal berdiri menjadi pusat retail terbesar hingga kini beralih fungsi. Semoga sejarah
gedung SIOLA tidak hilang digerus jaman dan tetap dicintai serta menjadi
kebanggan masyarakat Surabaya khususnya.
Semoga bermanfaat ^.^v